PEMUDA ISLAM

WAHAI PARA PEMUDA ISLAM BERGABUNGLAH BERSAMA BARISAN PEJUANG PENEGAK SYARIAH DAN KHILAFAH ISLAM

Sabtu, 28 Mei 2011

~Meneladani Perjuangan dan Dakwah Rasulullah saw~

Jika saja setiap orang mau jujur ketika ditanya siapa orang yang layak dan pantas dijadikan panutan hidup
dalam sepanjang sejarah peradaban manusia sejak nabi Adam hingga sekarang? Maka tentu jawabannya adalah Muhammad bin Abdullah yakni nabiyullah sekaligus Rasul-Nya. Terlepas apakah yang ditanya itu Non Muslim dan terlebih lagi yang beragama Islam.
Kita tentu masih ingat nama Michael H. Hart (seorang non Muslim) yang menempatkan Rasulullah sebagai manusia pertama dalam buku yang berjudul “Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah manusia”. Atau kita bisa melihat beberapa pengakuan para pemikir barat tentang Nabi Muhammad saw.
“Muhammad adalah suatu jiwa yang bijaksana dan pengaruhnya dirasakan dan tak akan dilupakan oleh orang orang di sekitarnya.” (Diwan Chand Sharma, seorang sarjana beragama Hindu, dalam bukunya The Prophets of the East (Nabi-nabi dari Timur), Calcutta 1935, halaman 122.)
“Empat tahun setelah kematian justinian, 569 m, lahir di Makkah di tanah Arab, seorang yang memberikan pengaruh yang terbesar bagi umat manusia. Orang itu adaIah … Muhammad …. ” (John William Draper, M.D., LLD., dalam bukunya A History of the Intellectual Development of Europe (Sejarah Perkembangan Intelektual di Eropa), London 1875.)
“Saya ragu apakah ada orang lain yang bisa merubah kondisi manusia begitu besar seperti yang dilakukan oleh dia (Muhammad SAW).” (R.V.C. Bodley dalam The Messenger (Sang Utusan), London 1946, halaman 9.).
“Saya telah mempelajari dia (Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam) laki-laki yang luar biasa dan menurut saya, terlepas dari pemikiran anti kristen, dia adalah penyelamat umat manusia.” (George Bernard Shaw dalam The Genuine of Islam (Islam yang Murni), volume I no. 81936).
“Dengan sebuah keberuntungan yang sangat unik dalam sejarah, Muhammad adalah pendiri dari suatu negara, suatu kerajaan dan suatu agama.” (R.Bosworth-Smith dalam Mohammed and Mohammedanism, 1946)
“Muhammad adalah pribadi religius yang paling sukses” (Encyclopedia Britannica, edisi ke-11)
Itulah beberapa pengakuan dari orang-orang yang jujur dalam memberikan sebuah penilaian terhadap kepemimpinan Rasulullah saw sebagai nabi dan Rasul, sebagai kepala Negara, bahkan sebagai pemimpin di dalam rumah tangga beliau. Lantas, kenapa kita masih tidak mau atau jarang menjadikan perjalanan hidup Rasulullah, baik dakwah dan perjuangannya sejak dari Makkah hingga berhasil mendirikan Negara di Madinah sebagai sebuah teladan bagi kita? Bukankah Allah swt telah mengatakan di dalam al qur’an bahwa di dalam diri Muhammad itu ada suri tauladan bagi kita.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (TQS Al-Ahzab:21)
Meneladani Akhlak Beliau
Ketika Rasulullah telah wafat, datanglah seorang arab badui menemui Umar bin Khattab dan bertanya kepadanya, “Ceritakan padaku akhlak Muhammad.” Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yang sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata : “ Ceritakan padaku keindahan dunia ini!”
Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini…”
Ali menjawab, “ Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia ini, padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam 68: 4).”
Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa Khumairah oleh Nabi. Aisyah menjawab,”Khuluquhu al-Quran (Akhlaknya Muhammad itu Al-Quran).” Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-Quran berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat seluruh kandungan Quran. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Muminun (23: 1-11).
Karakteristik Dakwah Nabi Muhammad saw
Ketika kita telah melihat dan mengetahui bagaimana akhlaq nabi yang mulia tersebut, tentu kita sebagai umatnya ingin sekali seperti beliau, karena beliau adalah sebaik-baiknya panutan. Bahkan dalam perkara akhlak, beliau sangat menekankan kepada umatnya. Namun, bukan hanya dari segi akhlak saja yang kita harus tunduk dan patuh sebagaimana yang beliau lakukan, akan tetapi dari segi metode beliau dalam menyampaikan risalah Islam pun harus kita ikuti. Itu jika kita benar-benar ingin mengatakan bahwa beliau adalah suri tauladan kita dalam kehidupan kita, terlebih lagi dalam hal berdakwah sebagai wujud untuk menyampaikan atau melanjutkan risalah Islam sebagai solusi atas segala permasalah yang menimpa dunia karena Islam adalah solusi, Islam al huwal hal.
Sungguh, siapa saja yang mau sungguh membaca dan mengkaji sirah nabawiyah, tentu akan sangat mudah melihat bagaimana metode dakwah Rasulullah sejak melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun di Makkah, kemudian dakwah secara terang-terangan selama 10 tahun di Makkah, hingga ketika berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah al Munawarah dalam fase dakwah selama 10 tahun yakni dakwah beliau memilki karakter khas yakni dakwah Pemikiran, politik dan anti terhadap kekerasan.
Dakwah Pemikiran
Sejak diangkat menjadi nabi sekaligus sebagai Rasul yang di utus oleh Allah swt, Nabi Muhammad saw telah mendakwahkan pemikiran kepada warga kota Makkah. Beliau menanamkan kalimat tauhid Lâ ilâha illallâh kepada masyarakat kafir quraysi, agar masyarakat kala itu tidak lagi menyembah patung-patung berhala yang mereka buat sendiri kemudian mereka sembah. Rasulullah berusaha merubah mindset atau pola fikir mereka dengan kalimat tauhid tersebut.
Rasulullah telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan, dari cara pandang yang dangkal menuju cara pandang yang mendalam lagi jernih yang merupakan cerminan dari akidah Islam. Pandangan mereka tidak sebatas dunia, melainkan justru menembus negeri akhirat. Rasulullah saw mengubah pemikiran masyarakat bahwa Allah Swt tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
Begitu pula, pemikiran Islam yang ditanamkan Rasul tentang kehidupan setelah dunia telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan pada diri umat, dari sekedar pemenuhan syahwat dengan segala kenikmatan dunia beralih kepada mencari ridha Allah Swt. Nampaklah kaum muslim binaan Nabi tidak takut akan kematian, dan berharap syahid di jalan Allah Swt.
Sebab, mereka memahami bahwa dunia ini hanyalah jalan menuju akhirat. Demikianlah, lewat pemikiran Islam baik berupa akidah maupun syariah, Rasullah saw berhasil membentuk pemahaman, tolok ukur dan keyakinan masyarakat ketika itu menjadi Islam hingga terwujudnya Daulah Islamiyah di Madinah.
selain itu, banyak sekali nash-nash Al Quran maupun perbuatan Nabi yang menunjukkan adanya pergolakan pemikiran (shirâ’ul fikriy) untuk menentang ideologi, peraturan dan ide kufur. Juga, beliau menentang akidah yang rusak, ide-ide yang keliru dan pemahaman yang rancu. Beliau melakukannya dengan cara menjelaskan kepalsuan, kesalahan dan pertentangannya dengan Islam untuk memurnikan dan menyelamatkan masyarakat dari ide-ide tersebut, serta dari pengaruh dan dampak buruknya. Diantaranya, Rasulullah saw menyampaikan firman Allah Swt:
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ
أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam (TQS. Al Anbiya[21]:98).
Terhadap orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan, Al Quran mengancamnya dengan menyatakan:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ% الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ% وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apapbila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (TQS. Al Muthaffifin[83]:1 – 3).
Dakwah Politik
Ada sebagian umat Islam yang memisahkan politik dari Islam. Bahkan ada yang beranggapan bahwa politik tidak boleh dibicarakan dimasjid-masjid, karena politik itu adalah najis dan kotor. Bagaimanakah kita menyikapi hal itu ketika mendengar kalimat semacam itu? Tentu saja adalah dengan cara yang paling di ajarkan oleh Rasulullah saw yakni berhusnudzon. Mungkin saja itu karena ketidakfahaman akan hakikat dari politik itu sendiri, karena mungkin saja mereka-mereka yang mengatakan demikian karena melihat kehidupan berpolitik di negari ini yang memang tidak berpoliti secara Islam, akibat dari system kehidupan demokrasi yang memang jauh dari nilai-nilai keislaman. Oleh karena itu merupakan tugas kita dalam menjelaskan dan memahamkan kepada mereka apa itu politik di dalam Islam dan tentunya dengan merujuk kepada dalil berupa aktivitas Rasulullah dalam berpolitik
Secara umum, politik adalah memelihara urusan umat (As siyâsah hiya ri’âyatu syu`ûnil ummah). Sedangkan politik Islam berarti memelihara dan mengatur urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam dan dipecahkan sesuai dengan syariat Islam. Sirah Rasul saw dan banyak ayat Al Quran menunjukkan bahwa aktivitas dakwah beliau merupakan aktivitas yang bersifat politik. Beliau dalam segenap aktivitasnya senantiasa memperhatikan dan memelihara urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum-hukum syara yang diturunkan Allah Swt. Diantara aktivitas politik yang beliau dan sahabatnya lakukan adalah:
1. Mendidik masyarakat dengan tsaqofah Islam supaya mereka dapat menyatu dengan Islam, agar mereka terbebas dari akidah yang rusak, pemikiran yang salah, dan dari pemahaman yang keliru serta pengaruh ide-ide dan pandangan kufur. Setiap berjumpa dengan orang lain, Rasulullah selalu menawarkan Islam kepada mereka. Beliau saw mengirim para sahabat untuk mengajarkan Al Quran kepada orang-orang yang baru memeluk Islam. Beliau mengutus Khabab bin al-Art untuk mengajarkan Al Quran kepada Zainab bin al-Khathab dan Sa’id, suaminya. Begitu pula beliau menetapkan rumah Al Arqam bin Abil Arqam sebagai markas dakwah. Beliau membina mereka. Setiap sahabat pun terus menyebarkan dan membina orang yang menganut Islam. Demikianlah aktivitas pembinaan yang terus dilakukan Rasulullah.
2. Pergolakan pemikiran yang nampak dalam penentangannya terhadap pemikiran dan sistem kufur, pemikiran yang keliru, akidah yang rusak, dan pemahaman yang sesat dengan cara menjelaskan kerusakannya, menunjukkan kekeliruannya serta menjelaskan hukum Islam dalam masalah tersebut. Selain ayat-ayat yang sudah dipaparkan di atas, juga ada ayat-ayat yang menyerang kemusyrikan mereka, seperti firman Allah Swt :
وَجَعَلُوا ِللهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ
“Mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah Yang menciptakan jin-jin itu. Mereka berbohong—dengan mengatakan bahwa Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan—tanpa mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka nisbatkan. (QS al-An‘âm [6]: 100).
Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:
وَلاَ تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran—sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian—dengan tujuan untuk meraih keuntungan duniawi. (QS an-Nûr [24]:33).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, Allah Swt. antara lain berfirman:
وَمَا ءَاتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللهِ
“Apa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia tidaklah menambah apa pun di sisi Allah”. (QS ar-Rûm [30]: 39).
3. Penentangan terhadap penguasa yang menerapkan hukum kufur dan membongkar makar mereka. Allah SWT menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah saw. dalam firman-Nya:
إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ% َقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ% ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ% ثُمَّ نَظَرَ% ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ% ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ% فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ يُؤْثَرُ% إِنْ هَذَا إِلاَّ قَوْلُ الْبَشَرِ% سَأُصْلِيهِ سَقَرَ
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata, “(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. (QS al-Mudatstsir [74]: 18-26).
Para pemimpin Quraisy itu pun satu persatu dilucuti jati diri mereka oleh Al Quran (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang Abu Lahab, Allah SWT berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abi Lahab…” (QS al-Lahab [111]: 1).
Tentang penguasa Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah SWT berfirman:
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا% وَجَعَلْتُ لَهُ مَالاً مَمْدُودًا
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak”. (QS Al Muddattsir [74]: 11-12).
Terhadap Abu Jahal, Allah SWT berfirman:
كَلاَّ لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ% نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka” (QS al-’Alaq [96]: 15-16).
Berdasarkan hal ini, dalam konteks kekinian, aktivitas politik yang dilakukan dalam upaya penerapan syariat Islam adalah perjuangan dan berinteraksi dalam lapangan politik untuk membongkar rencana jahat negara-negara besar yang memiliki pengaruh dan dominasi di negeri-negeri muslim untuk membebaskan umat dari belenggu penjajahan dan dominasinya serta mencabut akar-akarnya baik di bidang pemikiran, kebudayaan, politik, maupun militer sekaligus mencabut perundangan mereka dari negeri-negeri kaum muslim. Juga, melakukan koreksi terhadap penguasa dengan mengungkap pengkhianatan mereka terhadap umat dan persekongkolan mereka dengan negara-negara kafir, melancarkan kritik dan kontrol kepada mereka.
Dakwah Tanpa Kekerasan
Kalau kita berbicara tentang dakwah dari segi pelaku dakwah, maka kita bisa bagi menjadi 3 bagian, yakni dakwah secara individu, dakwah secara kelompok dan dakwah oleh Negara/Daulah. Pembagian ini sangat penting dilakukan agar kita bisa melihat secara proporsional tentang kewajiban dari masing-masing pelaku dakwah tersebut.
1. Dakwah Individu
Aktivitas dakwah secara individu adalah secara fisik dan non fisik. Artinya, selain melakukan dakwah untuk merubah pola fikir seseorang yang dalam hal ini adalah merupakan aktivitas non fisik, maka seseorang dalam hal tertentu diperbolehkan untuk melakukan dakwah secara fisik. Hal ini sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh salah satu sahabat nabi yakni sa’ad bin Abi Waqash yang memukulkan tulang unta kepada salah satu penduduk kafir quraysi yang telah mencaci dan menganggu sholat para sahabat di salah satu lembah yang ada di Makkah. Perbuatan Sa’ad bin Abi Waqash tersebut mengakibatkan nyawa orang Quraysi itu meninggal dan hal itu dilaporkan oleh para sahabat kepada Rasulullah saw, dan Rasulullah saw mendiamkan perbuatan Sa’ad bin Abi Waqash tersebut. Diamnya Rasulullah saw menandakan atau menunjukan bahwa Rasulullah setuju tentang aktivitas tersebut.
2. Dakwah secara Berjama’ah/Kelompok
Aktivitas dakwah secara berjama’ah atau kelompok adalah hanya dibatasi dari dakwah secara non fisik saja atau hanya dalam hal pemikiran. Tidak diperbolehkan sebuah keompok dakwah menggunakan kekerasan dalam melakukan aktivitas dakwahnya. Ini bisa kita lihat bagaimana Rasulullah saw menolak ijin para pemuka kabilah kaum Anshar yang meminta kepada Rasulullah agar memerangi penduduk Makkah dengan pedang. Rasulullah kala itu mengatakan, “lam nu’mar bidzalika’ (kita belum diperintahkan untuk itu). Rasulullah tidak mengatakan ‘kita belum siap” yang artinya bahwa sebenarnya Rasulullah telah memiliki kekuatan untuk melakukan suatu aktivitas fisik, terlebih lagi bahwa kaum Anshar yang merupakan penduduk Madinah merupakan kumpulan kabilah-kabilah yang sudah terbiasa terlibat perang jauh sebelum mereka mengenal islam.oleh karena itu, sirah nabawiyah mengajarkan kita bahwa aktivitas sebuah jama’ah dakwah adalah aktivitas non fisik atau anti kekerasan.
3. Dakwah oleh Negara
Aktivitas Dakwah Oleh Negara adalah aktivitas dakwah non fisik dan sekaligus fisik, sebagaimana aktivitas dakwah secara individu. Dakwah yang dilakukan oleh negara berkisar pada tugas menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan jihad dan dakwah, serta tugas melindungi ‘aqidah umat. Oleh karena itu, dakwah yang dilakukan oleh negara tidak cukup hanya dengan menjalankan diplomasi dan dakwah propaganda belaka, akan tetapi ia juga wajib menyiapkan kekuatan fisik yang ditujukan untuk menghancurkan halangan-halangan fisik yang menghambat masuknya dakwah Islam ke sebuah negara. Selain itu, negara juga bertugas menegakkan peradilan di tengah-tengah masyarakat, dan menghukum siapa saja yang melakukan tindak maksiyat dan dosa. Negara juga berkewajiban melakukan tindakan-tindakan preventif yang ditujukan untuk menangkal dan mencegah terjadinya tindak maksiyat dan dosa.
Marhalah atau Tahapan Dakwah Rasulullah saw
Ketika kita kembali mengkaji dan memahami sirah Nabawiyah, maka kita akan mendapati bagaimana tahapan demi tahapan yang Rasulullah saw lakukan guna mewujudkan kehidupan Islam dibawah naungan daulah Islam.
1. Tahapan Tasqif (pembinaan).
Secara sembunyi-sembunyi Rasulullah selama 3 tahun melakukan pembinaan terhadap para keluarga dan beberapa orang kerabat beliau, dan juga kepada orang-orang yang memang mau menerima Islam. Beliau secara langsung membacakan ayat-ayat suci al qur’an dihadapan mereka. Rasulullah saw langsung membina dan mendidik tsaqofah mereka, aqliyah dan nafsiyah mereka sehingga menjadikan mereka berkepribadian yang Islami (Syakhsyiah Islam). Inilah aktivitas pertama yang kali pertama dilakukan oleh Rasulullah saw.
2. Tahapan Tafa’ul ma’ah Ummah (berinteraksi dengan masyarakat)
Ketika selama tiga tahun beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam, maka Allah swt menurunkan ayat yang mewajibkan kepada beliau untuk berdakwah secara terang-terangan yang mengakibatkan terjadinya interaksi langsung terhadap masyarakat.
Ibn Ishaq berkata, “Orang-orang memeluk Islam secara bergelombang, baik laki-laki maupun wanita, sehingga berita tentang Islam tersebar luas di kota Makkah, dan Islam menjadi bahan pembicaraan. Setelah itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak manusia secara terang-terangan, menampakkan perintah Allah kepada manusia, sekaligus mengajak mereka kepada-Nya…”
Ibn Ishaq berkata lagi. “Lalu Allah Swt. berfirman kepada Rasulullah saw:
“Sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. “(TQS al-Hijir [15]: 94).
Allah Swt. juga berfirman:
“Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu, katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan.” (TQS asy-Syu’ara [26]: 214-216).
Tatkala Rasulullah saw. memperlihatkan Islam secara terang-terangan kepada kaumnya dan menampakkan perintah Allah kepada mereka secara terbuka, saat itu orang-orang Quraisy tidak mengutuk beliau dan tidak memberikan reaksi, kecuali ketika suatu saat beliau menyebut-nyebut tuhan-tuhan mereka dan menghinanya. Tatkala beliau melakukan hal itu, seketika mereka menjadikan persoalan tersebut sebagai persoalan yang besar; mereka menentangnya.” (Ibn Hisyam, Sîrah an-Nabî, jld. I/274-276).
Dalam tahapan Tafa’ul ini, ada terkandung tahapan-tahapan dakwah yang menjadi bagian dari aktivitas tafa’ul ini, yakni tetap adanya Tasqif yang Rasulullah lakukan kepada orang-orang yang mau menerima Islam atau ingin mengenal islam. Ada pula aktivitas sira’ul fikri atau perang pemikiran yang beliau lakukan terhadap pemikiran-pemikiran kaum kafir quraysi dan juga pergolakan politik.
3. Tahapan Thalabun Nusrah (Meminta pertolongan)
Dalam sirah Nabawiyah, tentu kita bisa melihat adanya aktivitas Thalabun Nusrah yang Rasulullah saw lakukan. Yakni meminta Nusrah kepada para pemuka kabilah-kabilah baik yang ada di Makkah, maupun di luar Makkah. Rasulullah pernah mendatangi Bani Tsaqif di Taif, Bani Hanifah, Bani Kalb, Bani Amir bin Sha’sha’ah dan sejumlah kabilah yang lain. Namun, ternyata semuanya menolak. Ada yang menolak dengan keras, bahkan tidak manusiawi, seperti yang Beliau alami di Taif, ada juga yang menolak tanpa syarat, seperti yang Beliau alami ketika menyatakan hasrat Beliau kepada Bani Hanifah, atau ditolak karena Beliau tidak mau mengabulkan syarat mereka, seperti yang Beliau alami dari Bani Amir bin Sha’sha’ah.
Semua nas yang ada membuktikan, bahwa Rasulullah saw. telah mengajukan syarat kepada orang yang akan dimintai nushrah agar pertama-tama mereka memeluk Islam, baru kemudian nushrah tersebut bisa diminta dari mereka. Ini merupakan konsekuensi logis. Sebab, bagaimana mungkin keikhlasan dan konsistensi salah satu pihak terhadap dakwah serta dukungan mereka terhadapnya bisa dijamin, sementara pihak yang mendukung dakwah itu ternyata tidak meyakini dakwah tersebut? Dari sinilah, maka Nabi saw. begitu konsisten dalam setiap negosiasi yang beliau lakukan untuk mencari nushrah —dengan menetapkan syarat— agar ahl an-nushrah (para penolong) tersebut terlebih dahulu memeluk Islam, sebelum yang lain.
Apa motif atau tujuan permintaan Thalabun Nusrah itu beliau lakukan? Setidaknya kita bisa melihat dua hal, yakni :
1. Tujuan Himayah (membela Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya), hingga mampu berjalan mengemban dakwah dalam keadaan yang aman.
2. Mencari jalan untuk sampai pada tingkat pemerintahan (yaitu sampai ke tahap diserahkannya kekuasaan kepada Rasulullah) untuk mendirikan Daulah Islam dan menerapkan Islam.
Oleh karena itu, setiap kali melakukan aktivitas meminta Nusrah maka Rasulullah terbiasa mempertanyakan jumlah kekuatan kabilah itu
“Ketika kabilah Bakar bin Wâ’il datang ke Makkah untuk menunaikan haji, Rasulullah saw. meminta Abû Bakar: Datangilah mereka, kemudian bawalah aku kepada mereka. Maka, dia pun mendatangi mereka, dan membawa beliau kepada mereka. Beliau bertanya kepada mereka: Bagaimana dengan jumlah kalian? Mereka menjawab: Banyak, seperti embun pagi. Beliau bertanya: Bagaimana dengan kekuatannya? Mereka menjawab: Tanpa kekuatan! Kami bertetangga dengan Persia, dan kami tidak mampu mempertahankan diri (dari serangan) mereka, dan kami tidak mampu melindungi dari terhadap mereka” [As-Sîrah al-Halabiyah, juz II, hal. 5.].
Abû Bakar berkata kepada salah seorang pemuka Bani Syaybân, namanya Mafrûq: Bagaimana dengan jumlah kalian? Mafrûq menjawab: Kami tidak lebih dari seribu, dan seribu orang tak akan pernah kalah, karena jumlahnya yang minim! Abû Bakar bertanya lagi: Lalu, bagaimana dengan pertahanan kalian? Mafrûq menjawab: Kita harus bekerja keras. Dan, tiap kaum mempunyai peluang dan kesempatan” Abû Bakar bertanya lagi: Bagaimana peperangan yang terjadi di antara kalian dengan musuh kalian? Mafrûq menjawab: Kami akan sangat marah, ketika kami benar-benar bertemu, dan kami sangat ingin bertemu, ketika kami sedang marah. Kami sangat mementingkan kebaikan ketimbang anak-anak kami, dan lebih mementingkan senjata ketimbang makanan! Kemenangan itu datangnya dari Allah; sekali waktu dipergilirkan kepada kami, dan sekali waktu kami kalah! Tampaknya Anda saudara Quraisy? (yang dimaksud Mafrûq: Apakah Anda Muhammad saw. orang Quraisy, pemilik risalah dakwah?) Abû Bakar menjawab: Apakah beritanya benar-benar telah sampai kepada kalian, bahwa beliau adalah utusan Allah? Itu dia orangnya (sembari menunjuk ke arah Rasulullah saw.) Mafrûq menjawab: Memang beritanya telah sampai kepada kami, bahwa beliau disebut-sebut seperti itu (Mafrûq mengalamatkannya kepada Rasulullah saw. sembari berkata lagi): Mau dibawah ke manakah dakwah Anda, wahai saudara Quraisy? Maka Rasulullah saw. maju seraya bersabda: Aku mengajak untuk bersaksi, bahwa tidak ada Dzat yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku adalah utusan Allah, dan agar kalian bersamaku dan menolongku. Sebab, kaum Quraisy telah bersikap arogan terhadap perintah Allah, mendustakan utusan-Nya, menghalangi kebenaran dengan kebatilan. Dan, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji..[ As-Suhayli, ibid, juz II, hal. 181.]
Hingga akhirnya beliau berhasil menerima Nusrah dari para pemuka kabilah Penduduk Madinah yang kala itu datang ke Makkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendantangi mereka dan menawarkan Islam dan mereka pun menerimanya. Ini yang kemudian di kenal dengan bait aqobah pertama.
Bai’at ‘Aqabah I
Bait ‘Aqobah pertama adalah perjanjian Muhammad dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai’at ‘Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad. Isi baiat itu ada tiga perkara:
• Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
• Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
• Meninggalkan apa yang Allah larang.
Muhammad mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur’an, salat dan sebagainya.
Baiat ‘Aqabah II
Bai’at ‘Aqabah II (622 SM) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Mereka menjumpai Muhammad di ‘Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik, hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Muhammad, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Al Qur’an dan menyerukan tentang Islam.
Kemudian Nabi Muhammad membaiat orang-orang Yatsrib itu. Isi baiatnya adalah:
• Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci.
• Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
• Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
• Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
• Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita¬-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Setelah baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan mereka. Dan kemudian Rasulullah bersama abu Bakar mendapat perintah dari Allah swt untuk turut hijrah ke Madinah dan membangun peradaban Islam di sana dalam bentuk sebuah Negara Islam.
Itulah sedikit gambaran seputar perjuangan dan dakwah Rasulullah saw yang sudah selayaknya kita ikuti jika kita memang benar-benar ingin menjadikan beliau sebagai teladan bagi kehidupan kita terlebih lagi dalam aktivitas berdakwah untuk menyampaikan risalah Islam sebagai solusi atas setiap permasalah tiap sendi-sendi kehidupan baik secara individu, bermasyarakat dan Negara. Wallahu A’lam bis showab. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar